Rabu, 21 Januari 2015

Bagaimana Caranya agar Diterima di Harvard University?

July 15, 2012 · by Donny Eryastha · in America, By Application Process, By Region, General Application
Sejak saya diterima di Harvard University, pertanyaan yang paling sering saya terima adalah: “Bagaimana caranya agar bisa diterima di Harvard?”. Salah satu kesulitan saya menjawab pertanyaan ini adalah tentunya tidak ada cara yang bisa otomatis menjamin pelamar diterima di Harvard. Selain itu, karena banyaknya program studi dan tingkatan pendidikan di Harvard University, sulit memberikan jawaban spesifik yang cocok untuk semua program. Karena itu, tulisan ini saya buat untuk dapat memberikan prinsip-prinsip umum yang diharapkan dapat membantu menjawab pertanyaan “Bagaimana caranya agar diterima di Harvard?”. Karena saya kuliah di program Master of Public Administration in International Development, tulisan ini mungkin lebih merefleksikan pengalaman melamar ke program sejenis.
Persiapkan aplikasi secara keseluruhan
Saya sering sekali mendapat pertanyaan: “Nilai GRE-nya berapa, kok bisa diterima di Harvard?”. Atau komentar seperti: “Nilai GRE saya masih kurang, jadi saya belum berani melamar”. Yang selalu ditekankan oleh universitas seperti Harvard adalah mereka mempertimbangkan seluruh aspek aplikasi dalam memutuskan menerima seorang pelamar. Semua hal, dari IPK (atau nilai rapor), reputasi sekolah asal, nilai GRE, nilai TOEFL, surat rekomendasi, esai aplikasi, profil pelamar, dipertimbangkan. Kita tidak tahu yang mana yang bobotnya lebih besar. Ini berbeda dengan sistem penerimaan mahasiswa di universitas (negeri) di Indonesia di mana satu-satunya penentu diterima atau tidaknya pelamar adalah nilai ujian tertulis.
Karena itu, pelamar ke universitas seperti Harvard perlu mempersiapkan semua aspek dalam aplikasinya sebaik mungkin, jangan hanya fokus untuk mendapatkan nilai tes (GRE, GMAT, TOEFL) yang tinggi, dan jangan takut melamar kalau merasa nilai tes masih kurang. Beberapa sekolah menampilkan data bahwa nilai tes rata-rata pelamar ke sekolah tersebut sangat tinggi. Hal ini wajar, karena universitas-universitas terbaik di dunia akan menarik pelamar yang terbaik pula. Karena sebagian besar pelamar nilai tesnya sudah baik, menurut saya, yang akan menentukan diterima atau tidaknya pelamar adalah komponen aplikasi lain yang dapat membedakan seorang pelamar dari mayoritas pelamar yang lain.
Lupakan mitos-mitos yang tidak mendukung persiapan melamar
Komentar lain yang sering saya terima adalah: “Anak siapa sih, kok bisa diterima di Harvard?”. Atau, “Kemarin rekomendasinya dari presiden, ya?”, atau, “Sudah kenal sama professor di sana, ya?”. Saya tidak mengerti kenapa bisa ada mitos bahwa hanya bisa diterima di Harvard jika ada faktor-faktor X seperti anak orang penting atau rekomendasi diberikan presiden. Universitas seperti Harvard tidak menyebutkan ini sebagai salah satu hal yang mereka pertimbangkan, dan pelamar tidak perlu mengarang teori sendiri tentang bagaimana universitas memilih pelamar. Memusingkan hal ini hanya akan menjauhkan fokus dari hal-hal yang lebih bisa dipersiapkan (seperti menulis esai yang baik, atau belajar untuk tes) dan bisa membuat pelamar urung melamar jika merasa mereka bukan bagian dari segelintir orang yang dekat dengan orang-orang penting. Yang lebih penting lagi, jika pelamar ingin sukses berkuliah di universitas yang baik, sejak melamar perlu memiliki pola pikir bahwa universitas menilai pelamar berdasarkan kualitas pelamar, bukan hal-hal lain yang jauh dari kontrol pelamar, seperti ke dalam keluarga mana dia dilahirkan.
Lakukan riset mendalam tentang program yang ingin dilamar
Dalam semua urusan lamar-melamar, yang menentukan diterima atau tidaknya lamaran adalah cocoknya pelamar dengan yang dicari/dibutuhkan. Untuk tahu pelamar seperti apa yang dicari suatu program, perlu riset. Sumber informasi yang bisa diberdayakan antara lain website universitas, forum online, dan mahasiswa/alumni program yang bersangkutan. Yang perlu diketahui antara lain adalah syarat minimum program (misalnya mata kuliah yang harus sudah diambil), tipe pelamar yang biasanya diterima, kapasitas program studi dan komposisi mahasiswa yang diterima. Kalau suatu program hanya menerima 5 orang mahasiswa internasional setiap tahun, tentu pelamar harus sadar bahwa kemungkinan diterima kecil. Kalau suatu program S2 mensyaratkan sudah harus mengambil tiga mata kuliah kalkulus sewaktu S1, tentu pelamar harus memenuhi syarat ini. Dengan melakukan riset, pelamar bisa mencocokkan profilnya dengan program studi tertentu dan memperkirakan berapa besar kemungkinannya diterima di sana. Riset juga perlu untuk mengetahui pilihan program studi yang sama kelasnya. Jangan sampai, misalnya, tidak tahu universitas apa lagi yang sekelas Harvard di Amerika Serikat, sehingga melewatkan melamar ke universitas-universitas lain yang sama baiknya.
Melamarlah secara strategis ke beberapa sekolah
Seperti halnya melamar pekerjaan atau melamar universitas di Indonesia, pelamar tentu sebaiknya tidak hanya melamar ke satu program studi, untuk memperbesar kemungkinannya diterima. Siswa SMA di Amerika Serikat rata-rata melamar ke lebih dari 6 program S1. Seperti halnya saat SNMPTN, pilihan program studi yang kita lamar harus strategis, untuk memperbesar kesempatan diterima: ada program studi impian, program studi yang kemungkinan menerima, dan program studi yang hampir pasti akan menerima pelamar. Jangan asal melamar, misalnya hanya memasukkan dua aplikasi: satu ke Harvard, satu ke Brandeis University. Masalahnya bukan di Brandeis University, tapi pilihan ini mencerminkan pelamar yang tidak jelas keinginannya: apakah dia menargetkan diterima di universitas sekelas Harvard atau Brandeis? Kalau Harvard, kenapa tidak melamar juga ke universitas lain yang sama bagusnya, misalnya Yale, Princeton, atau Stanford? Apakah yakin kalau hanya memasukkan lamaran ke Harvard pasti diterima? Kalau Brandeis, kenapa tidak sekalian saja melamar ke universitas sejenis, tanpa memasukkan Harvard?
Fokuslah untuk mempersiapkan aplikasi yang baik, terlepas dari biaya sekolah
Universitas-universitas terbaik di dunia memutuskan menerima pelamar terlepas dari kemampuan pelamar tersebut membiayai kuliahnya sendiri. Keputusan apakah seorang pelamar diterima atau tidak di suatu program studi terpisah dari keputusan apakah pelamar tersebut mendapatkan beasiswa. Sebagian universitas-universitas ini juga memberikan banyak beasiswa, terutama untuk pelamar dari negara berkembang. Karena itu, pelamar sebaiknya tidak perlu menunggu kepastian memperoleh beasiswa dari institusi lain sebelum melamar ke suatu program studi. Mendapatkan beasiswa itu penting, tapi jangan sampai menunda melamar ke universitas hanya karena belum mendapatkan beasiswa. Sesudah diterima di universitas, akan semakin banyak beasiswa yang bisa dilamar, atau bahkan universitas akan mengalokasikan beasiswa ke pelamar tanpa perlu memasukkan lamaran. Selain itu juga akan banyak pekerjaan sampingan penambah penghasilan yang bisa dikerjakan dan sumber-sumber lain yang akan tersedia.

Intinya adalah, Anda tidak mungkin diterima di universitas yang baik kalau tidak melamar ke universitas tersebut, karena takut, salah informasi, atau alasan lainnya. Selain itu, untuk memperbesar kemungkinan diterima, Anda harus menggunakan strategi melamar yang baik. Semoga bermanfaat.
===========================================
Donny Eryastha is a graduate of the Master of Public Administration in International Development program at the Kennedy School of Government, Harvard University. He currently works as the Advisor to the Minister at the Indonesia Investment Coordinating Board. Previously he has worked in both ends of the financial industry: as an investment banker and as a microfinance analyst. He has also worked pro-bono proliferating parliamentary debating among Indonesian youth under a local NGO and the Ministry of National Education. He received his undergraduate degree in finance from the University of Indonesia, where he was awarded the National Best Student award by the Ministry of National Education in 2005.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar